Cari Blog Ini

Selasa, 07 Desember 2010

Jawabanqu

1. Memahami filsafat sebagai salah satu fondasi dalam pengembangan system pendidikan merupakan “condition sin que non” bagi ilmuan maupun profesinal bidang pendidikan. Beri tanggapan atas pernyataan itu! Jawab dengan realitas proses pendidikan atau pembelajaran dapat memperjelas tanggapan saudara.
Jawab:
Filsafat memandang berbagai hal dan salah satunya adalah Modernitas. Modernitas sama halnya dengan kemoderenan. Kemoderenan di Barat dimulai pada periode Renaisans sebagai awal perkembangan sains dan teknologi, atau perkembangan wawasan humanisme yang meletakkan manusia hanya sebatas kebumian (earthly man). Modernisme hadir sebagai respons atas perkembangan zaman, sekaligus bentuk resistensi terhadap situasi keagamaan khas Abad Pertengahan, yang dipandang memberangus potensi utama kemanusiaan, yakni kebebasan nalar atau rasionalitas dalam segala segi kehidupan.
Van Gennep, menyebutkan ada beberapa ciri dalam proyek modernitas yaitu: Pertama, proses sejarah dipandang sebagai sesuatu yang progresif, diukur atas dasar penalaran, artinya mereka yang tidak rasional adalah terbelakang. Kedua, individu dan bukan masyarakat adalah sebagai penentu perubahan, agent of change. Ketiga, proses mengetahui adalah proses abstraksi. Keempat, adanya pemisahan antara subjek-objek, khas pandangan Cartesian. Apa yang diupayakan dan menjadi karakter kemodernan seperti di atas, dengan cukup telak membuat runtuh langit sakral yang menjadi naungan para teolog dan filsuf Abad Pertengahan.
Pembahasan dan kritik terhadap modernitas banyak diulas oleh para filsuf-posmodernis maupun para tradisionalis. Dan tentunya ini tidak terfokus kepada kritik tersebut, tapi akan menggali bagaimana filsafat perenial atau tradisi terus berkembang dan digali. Hal ini mempunyai ketergantungan dengan adanya peran cendikiawan atau ilmuan.
Intelektual atau Cendekiawan pada dasarnya merupakan bagiandari ilmuwan pada umumnya hal yang membedakan antara intelektual ataucendekiawan dan ilmuwan terletak pada produk ragammasalah yangdihasilkan. Jika ilmuwan menghasilkan ilmu atas pemasalahandan mencaritujuan praktis serta moralis yang sesuai dengan realisme maka intelektual ataucendekiawan sebaliknya, ia menaruh perhatian yang tulus, mendalam dan luasterhadap masalah-masalah sosial-budaya masyarakat dimana ia berada.
Dalam catatan sejarah, bahwasanya ilmuwan memiliki beberapa ciri yang ditunjukkan oleh cara berfikir yang dianut serta dalam perilaku seorang ilmuwan. Mereka memilih bidang keilmuan sebagai profesi. Untuk ituyang bersangkutan harus tunduk di bawah wibawa ilmu. Karena ilmu merupakan alat yang paling mampu dalam mencari dan mengetahui kebenaran, Ini dapat dikenali lewat paradigma maupun pola sikap senyatanya dalam kehidupan sosial, yang merupakan penjelmaan prinsip-prinsip ilmiah. Seorang ilmuwan tampaknya tidak cukup hanya memiliki daya kritis tinggi atau pun pragmatis, kejujuran, jiwa terbuka dan tekad besar dalam mencari atau menunjukkan kebenaran pada akhirnya, netral, tetapi lebih dari semua itu ialah penghayatan terhadap etika serta moral ilmu dimana manusia dan kehidupan itu harus menjadi pilihan juga sekaligus junjungan utama.
Ilmuwan merupakan orang yang menemukan masalah spesifik dalam ilmu. Salah satu syarat utama dalam hubungan antara ilmuwan dengan masalah keilmuan tidak lain hanyalah, seorang ilmuwan harus memiliki ciri, sikap dan tanggung jawab. Akan tetapi disini seorang ilmuwa harus jugamemiliki peran atau pun fungsi. Tiga peran ilmuwan dalam segi kegiatan yaitu: (1) SebagaiIntektual, seorang ilmuwan sosial dan tetap mempertahankan dialognya yang kontinyu dengan masyarakat sekitar dan suatu keterlibatan yang intens if dans ens itif. (2) Sebagai Ilmuwan, dia akan berusaha memperluas wawasan teoritis dan keterbukaannya kepada kemungkinan dan penemuan baru dalam bidang keahliannya. (3) SebagaiTeknikus, dia tetap menjaga keterampilannya memakai instrument yang tersedia dalam disiplin yang dikuasainya. Ilmuan juga harus memiliki karekteristik seorang professional.
“Professional” mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan tentang orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengn profesinya. Penyandangan dan penampilan “professional” ini telah mendapat pengakuan, baik segara formal maupun informal. Pengakuan secara formal diberikan oleh suatu badan atau lembaga yang mempunyai kewenangan untuk itu, yaitu pemerintah dan atau organisasi profesi. Sedang secara informal pengakuan itu diberikan oleh masyarakat luas dan para pengguna jasa suatu profesi. Sebagai contoh misalnya sebutan “guru professional” adalah guru yang telah mendapat pengakuan secara formal berdasarkan ketentuan yang berlaku, baik dalam kaitan dengan jabatan ataupun latar belakang pendidikan formalnya. Pengakuan ini dinyatakan dalam bentuk surat keputusan, ijazah, akta, sertifikat, dsb baik yang menyangkut kualifikasi maupun kompetensi. Sebutan “guru professional” juga dapat mengacu kepada pengakuan terhadap kompetensi penampilan unjuk kerja seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai guru. Dengan demikian, sebutan “profesional’’ didasarkan pada pengakuan formal terhadap kualifikasi dan kompetensi penampilan unjuk kerja suatu jabatan atau pekerjaan tertentu. Dalam RUU Guru (pasal 1 ayat 4) dinyatakan bahwa: “professional adalah kemampuan melakukan pekerjaan sesuai dangan keahlian dan pengabdian diri kepada pihak lain”.
Adapun ciri-ciri professional adalah sebagai berikut: (1) Profesional senang menyelami sebuah proses, sedangkan amatiran gemar menghindari sebuah proses. (2) Profesional selalu memeriksa dan mengetahui apa yang diperlukan dan diinginkannya. (3) Profesional selalu fokus dan berkepala dingin. (4) Profesional tidak membiarkan kesalahan berlalu, namun menjadikannya sebuah pelajaran. (5) Profesional senang untuk terjun ke pekerjaan yang sulit. (6) Profesional selalu berpikiran positif. (7) Profesional senang menghadap orang lain. (8) Profesional adalah orang yang antusias, penuh semangat, interest, contentment. (9) Profesional adalah orang yang tahan banting hingga tujuan tercapai. (10) Profesional akan berbuat lebih dari apa yang diharapkan. (11) Profesiobal akan menghasilkan produk yang berkualitas.



2. Dalam menyiapkan peserta didik memahami kompleksitas dalam tantangan global, perlu dikembangkan system pendidikan berwawasan multicultural. Bagaimana pendapat saudara tentang pernyataan itu? Uraikan dengan contoh akan sangat membantu klarifikasi jawaban saudara
Jawab:
Berdasarkan UU Sindiknas No. 20 tahun 2003, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD Negara RI 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan Nasional Indonesia, dan tanggap terhadap runtutan perubahan zaman. Selain UU Sindikna No. 20 tahun 2003 dan UUD RI 1945 ada pula UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen yang dapat dikatakan sebagai landasan pendidikan.
Dunia pendidikan akan menuntun kita ke arah perubahan, perubahan tersebut terangkum di berbagai bidang, baik sosial, ekonomi maupun politik. Seorang tokoh filsuf yang hidup 500 tahun sebelum Masehi, Heraclites mengatakan bahwa segala sesuatu dapat berubah kecuali hukum perubahan. Diibaratkan batu yang dijatuhkan ke sungai tidak akan mengalami kondisi yang sama. Aliran sungai yang mengalir deras membuat partikel-partikel yang ada di sungai setiap detik selalu berubah. Demikian pula dengan kehidupan manusia, hidup ini mengalir seperti aliran sungai tersebut yang selalu diwarnai dengan berbagai perubahan. Perubahan politik, sosial dan teknologi telah mengubah tatanan pola hidup kita.
Salah satu sorotan di dunia modern saat ini adalah kemajuan teknologi. Teknologi yang berkembang pesat membuat organisasi dan individu-individu yang ada didalamnya harus selalu bergerak dinamis. Gelombang kemajuan teknologi harus disikapi dengan perubahan dalam bentuk organisasi dan peningkatan kapabilitas para pegawainya.
Kemajuan pesat teknologi informasi dan komunikasi membuat dunia semakin terintegrasi sehingga batas negara semakin kabur. Tidak hanya aliran modal yang begitu mudahnya masuk dan keluar suatu negara, pekerjaanpun juga dapat ditransfer ke negara lain. Kesemuanya itu diselesaikan melalui alat-alat canggih yang dikenal dengan nama “internet”. Melalui media serat-serat optik dan bantuan satelit pekerjaan lintas negara dapat dengan mudah diselesaikan. Negara yang sadar akan pentingnya Informasi teknologi seperti India telah memetik banyak keuntungan dari bisnis ini. Bahkan bisnis IT telah memberikan sumbangan signifikan bagi ekspor India. Kemajuan tekonologi informasi terbukti mampu membuka ruang kesempatan bagi pihak-pihak yang jeli memanfaatkan ini. Kondisi ini telah mendorong Thomas L Friedman mengibatkan the world is flat sebagai wujud dari globalisasi tingkat 3 yang mengibaratkan setiap pihak pada playing field yang sama dengan kecenderungan dunia dalam segi budaya yang semakin menyatu.
Cultural atau budaya adalah definisi yang sangat disalah pahami dan disalah gunakan, sehingga kebutuhan untuk penjelasan. Budaya mengacu pada Cara Kehidupan, tetapi tidak terbatas pada: (1) Bahasa: lembaga manusia tertua dan paling canggih medium ekspresi. (2) Seni & Ilmu: yang maju dan halus kebanyakan bentuk ekspresi manusia. (3) Pemikiran: cara-cara di mana orang melihat, menafsirkan, dan memahami dunia di sekitar mereka. (4) Spiritualitas: sistem nilai ditularkan melalui generasi untuk kesejahteraan batin manusia, diekspresikan melalui bahasa dan tindakan. (5) Kegiatan Sosial: dalam pengejaran bersama dalam sebuah komunitas budaya, ditunjukkan dalam berbagai festival dan kehidupan-merayakan peristiwa. (6) Interaksi: aspek sosial dari kontak manusia, termasuk memberi dan menerima sosialisasi, negosiasi, protokol, dan konvensi.
Multikultur berarti beraneka ragam kebudayaan. Menurut Parsusi Suparlan (2002), akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Sementara itu, Komarudin Hidayat (2004) menyatakan bahwa istilah multicultural tidak hanya merujuk pada kenyataan social antropologis adanya pluraritas kelompok etnis, bahasa, dan agama yang berkembang di Indonesia tetapi juga mengasumsikan sebuah sikap demokratis dan egaliter untuk bisa menerima keanekaragaman.
Menurut hemat penulis, multikultul harus di sikapi dengan positif. Karena dengan demikian kita dapat menyaring berbagai budaya yang ada melalui media pendidikan. Contoh yang nyata dalam proses multikultur yaitu “Internet”. Untuk itu sebaiknya proaktif mencari informasi yang sejelas-jelasnya mengenai perubahan yang terjadi di organisasi. Kalau misi perubahan membawa ke arah organisasi ke depan lebih baik tentu kita harus dukung. Caranya kita harus secara mental harus selalu siap untuk menghadapi setiap perubahan dan meningkatkan profesionalisme dalam bekerja. Harus disadari bahwa organisasi yang sukses adalah organisasi yang dipenuhi oleh karyawan-karayawan yang berjiwa kreatif dan inovatif. Terkait dengan kemajuan teknologi yang mau tidak mau akan membawa perubahan kita dalam cara bekerja menuntut kita untuk selalu dinamis dalam bekerja.
Tentu kita tidak bisa menggantungkan bahwa ”one fit for all”, satu cara yang dipilih dalam menyelesaikan semua masalah. Harus ada penyesuaian pada setiap kasus tergantung pada jenis permasalahan dan situasi yang dihadapi. Namun kalau semua itu bisa dialaksanakan dengan baik, kita akan menyongsong masa depan lebih baik.

3. Landasaan psikologi menunjukan bahwa pada dasaarnya anak terlahir jenius. Bagaimana pendapat saudara tentang pandangan itu? Mengapa pada akhirnya anak-anak yang dilahirkan jenius itu menjadi berbeda satu dengan yang lainnya?
Jawab
Menurut Drs. M. Ngalim Purwanto, MP, psikologi sering diterjemahkan menjadi ilmu jiwa. Yakni dari kata Psyche yang berarti jiwa, roh dan logos yang berarti ilmu. Menurut beliau, terjemahan tersebut kurang tepat, karena bertitik-tolak dari pandangan dualism manusia yang menganggap bahwa manusia itu terdiri dari dua bagia yaitu jasmani dan rohani. Pandangan yang demikian adalah keliru. Psikologi adalah ilmu yang ingin mempelajari manusia. Manusia sebagai suatu kesatuan yang bulat antara jasmani dan rohani. Manusia sebagai individu. R. S. Woodworth memberi batasan tentang psikologi sebagai berikut: “Psychology can be defined as the science of the activities of the individual” (Psikologi Pendidikan 1990 : 1)
Istilah inteligensi yang padanan katanya “Kecerdasan” walaupun sepintas lalu kelihatan jelas, rupanya tidak semudah dirumuskan, karena tidak semua orang atau bahkan setiap ahli menyatakan hal yang sama untuk istilah tersebut. Umpamanya, ada dua orang yang berbeda, yakni seorang Profesor (Guru besar) suatu perguruan tinggi dan seorang pengemudi truk. Bisakah kedua orang tersebut memperlihatkan prilaku “Pandai”? bisa saja kita menganggap bahwa mereka dapat melakukannya. Sang Profesor dapat berbicara dengan “Pandai”, sedangkan pengemudi truk mungkin seseorang pengemudi yang juga “Pandai”. Apakah karenanya mereka dapat dianggap memiliki “kecerdasan” yang sama? Barang kali orang-orang akan merasa bahwa Profesorla yang lebih pandai dari pada pengemudi truk. Jika anggapan orang-orang itu demikian, perilaku manakah dalam diri Profesor tersebut yang memperlihatkan kepada kita bahwa dia lebih pandai?
Contoh lainnya, apakah maksud bila orang berkata, “Zul lebih pintar dari pada Nova”? guru, orang tua, bahkan anak-anak sediri acapkali membuat pernyataan seperti ini dengan penuh keyakinan. Jadi, kualitas apakah yang terdapat pada individu sehingga orang dapat mengatakan “Zul lebih pandai dari pada Nova”, atau seperti pada contoh pertama “Profesor lebih pandai dari pada pengemudi truk”? untuk membahas pernyataan-pernyataan tersebut di atas ada baiknya kita lihat cirri-ciri tingkah laku atau perilaku intelligent.
Menurut Ngalim Purwanto. Dikatakan, suatu perbuatan dapat dianggap inteligen, bila memenuhi syarat antara lai (Purwanto, 1998:54-55): (1) Masalah yang dihadapi, sedikit banyak merupakan masalah yang baru bagi yang bersangkutan. (2) Perbuatan Inteligen, sifatnya serasi tujuan dan ekonomis. (3) Masalah yang dihadapi harus mengandung tingkat kesulitan bagi yang bersangkutan. (4) Keterangan pemecahannya harus dapat di terima oleh masyarakat. (5) Perbuatan inteligen sering kali menggunakan daya mengabstraksikan. (6) Perbuatan inteligen bercirikan kecepatan. (7) Membutuhkan pemusatan perhatian dan menhindarkan perasaan yang menggangu jalannya pemecahan masalah yang sedang dihadapi.




Sedangkan menurut Effendi & Praja (1993), beberapa cirri tingkah laku yang Inteligen ialah sebagai berikut:
a. Purposeful behavior yaitu: tingkah laku yang inteligen, selalu terarah pada tujuan atau mempunyai tujuan yang jelas.
b. Organizet behavior yaitu: tingkah laku yang terkoordinasi, semua tenaga dan alat-alat yang diperlukan dalam suatu koordinasi atau tidak acak-acak.
c. Phycal well toned behavior yaitu: memiliki sikap jasmaniah yang baik penuh tenaga dan tangkas atau lincah.
d. Adaptable behavior yaitu: tingkah laku yang luas fleksibel, tidak statis dan kaku, tetapi selalu siap untuk mengadakan penyesuaian/perubahan terhadap situasi yang baru.
e. Success oriented behavior yaitu: tingkah laku yang didasari perasaan aman, tenang, gairah dan penuh kepercayaan akan sukses/optimis.
f. Clearly motivated behavior yaitu: tingkah laku yang dapat memenuhi kebutuhan dan bermanfaat bagi orang lain atau masyarakat.
g. Rapid behavior yaitu: tingkah laku yang efisien, efektif dan cepat atau menggunakan waktu yang singkat
h. Broad behavior yaitu: tingkah laku yang mempunyai latar belakang dan pandangan luas yang meliputi sikap dasar serta jiwa yang terbuka.

Dari uraian kedua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa inteligensi akan dapat disandang jika memenuhi karekteristik-karekteristik berrikut ini: (1) Mempunyai daya imajinasi yang kuat. (2) Mempunyai inisiatif. (3) Mempunyai minat yang luas. (4) Bebas dalam berpikir (tidak lambat atau terhambat). (5) Bersifat selalu ingin tahu. (6) Selalu ingin mendapatkan pengalaman-pengalaman baru. (7) Percaya pada diri sendiri (8) Penuh semangat / Energetic. (9) Berani mengambil resiko atau tidak takut membuat kesalahan.

4. Ujian Nasional menunjukan disparitas hasil dari sudut pandang landasan sosiologis, mengapa disparitas itu terjadi? Uraikan dengan contoh hasil ujian Nasional akan dapat memperjelas jawaban saudara..!
Jawab
Disparitas artinya perbedaan, jadi disparitas hasil ujian nasional artinya perbedaan hasil ujian nasional yang diperoleh siswa. Hal tersebut jika dilihat dari segi sosiologi banyak sekali faktor yang mempengaruhi perolehan hasil ujian nasional siswa. Ruang lingkup sosiologis pendidikan, Bookover dalam Natawidjaja (2007:81) mengemukakan adanya empat ruang lingkup pokok bahasan yaitu: (1) hubungan sistem pendidikan dengan sistem sosial lain. (2) hubungan sekolah dengan komunitas sekitar (2) hubungan antar manusia dalam sistem pendidikan (3) pengaruh sekolah terhadap anak didik.
Pada akhirnya sosiologi pendidikan mampu memberikan rekomendasi mengenai bagaimana harapan dan tuntutan masyarakat mengenai isi dan proses pendidikan itu, atau bagaimana sebaliknya pendidikan itu berlangsung menurut kacamata kepentingan masyarakat baik pada level nasional maupun lokal.
NILAI UJIAN NASIONAL SMP/MTS TAHUN 2006/2007
No Kota/Kabupaten Peserta Tdk Lulus % Bin Ing Mat Total
1 Palembang 2753 74 0,33 7,72 7,83 7,83 23,38
2 Lubuk Linggau 3036 3 0,10 7,44 7,95 7,76 23,15
3 Prabumulih 2053 19 0,93 7,28 7,22 7,31 21,81
4 Oku 4134 31 0,75 7,39 6,90 7,19 21,48
8 Ogan Ilir 2982 14 0,47 7,38 7,03 7,00 21,41
9 Muara Enim 7445 64 0,86 7,48 6,69 6,91 21,08
10 Musi Rawas 4801 30 0,62 7,13 6,73 7,08 20,94
11 Musi Banyuasin 5129 32 0,62 7,24 6,74 6,86 20,84
12 Oki 5529 32 0,62 7,44 6,52 6,83 20,79
13 Banyuasin 5681 35 0,58 7,28 6,43 6,87 20,58
(Sumber: Disampaikan Pada mata kuliah Landasan dan Problematika Pendidikan)
Elin Driana, ahli evaluasi dan penelitian pendidikan, menjelaskan, validasi sebuah tes tergantung dari tujuan dibuatnya tes itu. Menurut dia, tujuan UN dan SNMPTN jelas berbeda. Menurut Elin, dari hasil kajian PTN itu bisa didalami lebih jauh soal pelaksanaan UN selama ini. Jika hasil UN memang mencerminkan kemampuan siswa sesungguhnya, siswa juga cukup siap menghadapi tes seleksi. ”Kita mendengar pada UN itu banyak kecurangan. Pemerintah selalu bilang enggak, tetapi suara dari guru dan siswa sebaliknya. Bisa jadi korelasi yang sangat rendah ini juga mengarah pada kredibilitas UN yang masih harus dibuktikan lagi,” kata Elin. Sebab, pelaksanaan SNMPTN relatif jauh dari kecurangan. Masyarakat bisa menilai dan lebih percaya bahwa hasil tes SNMPTN akan lebih menggambarkan kemampuan yang sebenarnya dari siswa.
Erlin menambahkan, dari kajian literatur yang dilakukannya di Amerika Serikat, ternyata prestasi anak di sekolah lebih menggambarkan keberhasilannya di kampus daripada hasil tes SAT (Scholastic Aptitude Test). ”Nilai sekolah itu kan bervariasi. Ada guru yang pelit memberi nilai, ada yang royal. Tetapi, siswa yang berprestasi di sekolah terlihat IPK-nya pada tahun pertama bagus. Kenapa tidak soal kelulusan siswa itu diserahkan pada penilaian sekolah,” kata Elin yang juga salah satu Koordinator Education Forum. Priyo Suprobo, Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, yang juga Koordinator Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) SNMPTN 2010, mengatakan, UN sebenarnya tidak diperlukan untuk kelulusan siswa. Yang penting adalah hasil UN itu diperkuat untuk memetakan kondisi sekolah-sekolah. ”Yang tahu betul kemampuan siswa itu, ya guru. Bukan BSNP dan komputer. Malah lebih baik pakai ujian sekolah,” ujar Priyo. Menurut dia, pemerintah dan BSNP mesti berani untuk membuka ke masyarakat mana daerah putih, hitam, atau abu-abu dari hasil UN. Sebab, nilai UN yang tinggi masih dipertanyakan kredibilitasnya.
Menyikapi paragraph di atas, ”Kalau mau tetap dipakai untuk seleksi, soal UN harus diubah seperti dalam SNMPTN. Namun, apakah pemerintah siap jika nanti banyak siswa yang tidak lulus. Sebab, pemerintah cuma fokus pada banyak siswa yang lulus. Bukan bagaimana membenahi supaya pembelajaran di SMA/SMK membuat siswa siap untuk kuliah atau bekerja,” Masukan dari PTN itu seharusnya membuka pemikiran pemerintah yang keliru soal UN. Tidak bisa UN bersifat multifungsi, lalu berharap mutu pendidikan meningkat drastis. Pelaksanaan UN itu justru menghukum anak-anak yang tidak mendapat hak-haknya. Mereka yang mendapatkan layanan pendidikan terbatas divonis dengan kebijakan UN yang memutuskan dia lulus atau tidak.


Referensi:
De Porter, Bobbi dan Mike Hernacki. 2005. Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung:PT Mizan Pustaka

Djiwandono. 2006. Psikologi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta : Grasindo.

Natawidjaja, Rochman.dkk.2007.Rujukan Filsafat, Teori dan Praktis Ilmu Pendidikan.Bandung:UPI

Waspodo. 2008. Cultural Foundation of Education. Diktat mata kuliah landasan dan problematika pendidikan. Disampaikan pada tanggal 1 September 2008.

Rahmawati, Yuvitar. 2008. Landasan-landasan pendidikan. http://yuvitarbog.blogspot.com. Diakses pada tanggal 12 November 2008.

Sobur Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung : CV. PUSTAKA SETIA

Sukarjo. M, Komarudin Ukim. 2009. Landasan Pendidikan; Konsep dan aplikasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

UU Sindiknas No. 20 tahun 2003 dan UU No. 14 Tahun 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar